Kamis, 29 Maret 2012

Teori Citra (Image Theory) Frank Jefkins

Menurut Frank Jefkins dalam buku Public Relations , definisi citra dalam konteks humas citra diartikan sebagai "kesan, gambaran, atau impresi yang tepat (sesuai dengan kenyataan) atas sosok keberadaan berbagai kebijakan personil personil atau jasa-jasa dari suatu organisasi atau perusaahaan.”

Jefkins (2003) menyebutkan beberapa jenis citra (image). Berikut ini lima jenis citra yang dikemukakan, yakni:

1. Mirror Image (Citra Bayangan). Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi – biasanya adalah pemimpinnya – mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya. Dalam kalimat lain, citra bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam mengenai pandangan luar, terhadap organisasinya. Citra ini seringkali tidak tepat, bahkan hanya sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak memadainya informasi, pengetahuan ataupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi itu mengenai pendapat atau pandangan pihak-pihak luar. Dalam situasi yang biasa, sering muncul fantasi semua orang menyukai kita.

2. Current Image (Citra yang Berlaku). Citra yang berlaku adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi. Citra ini sepenuhnya ditentukan oleh banyak-sedikitnya informasi yang dimiliki oleh mereka yang mempercayainya.

3. Multiple Image (Citra Majemuk). Yaitu adanya image yang bermacam-macam dari publiknya terhadap organisasi tertentu yang ditimbulkan oleh mereka yang mewakili organisasi kita dengan tingkah laku yang berbeda-beda atau tidak seirama dengan tujuan atau asas organisasi kita.

4. Corporate Image (Citra Perusahaan). Apa yang dimaksud dengan citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya.

5. Wish Image (Citra Yang Diharapkan). Citra harapan adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen atau suatu organisasi. Citra yang diharapkn biasanya dirumuskan dan diterapkan untuk sesuatu yang relatif baru, ketika khalayak belum memiliki informasi yang memadai mengenainya.

Menurut Soleh Sumirat dan Elvinaro Ardianto, terdapat empat komponen pembentukan citra antara lain :

1) Persepsi, diartikan sebagai hasil pengamatan unsur lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan dengan kata lain. Individu akan memberikan makna terhadap rangsang berdasarkan pengalamannya mengenai rangsang. Kemampuan mempersepsi inilah yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra. Persepsi atau pandangan individu akan positif apabila informasi yang diberikan oleh rangsang dapat memenuhi kognisi individu.

2) Kognisi, yaitu suatu keyakinan diri dari individu terhadap stimulus keyakinan ini akan timbul apabila individu harus diberikan informasi-informasi yang cukup dapat mempengaruhi perkembangan kognisinya.

3) Motivasi dan sikap yang ada akan menggerakan respon seperti yang diinginkan oleh pemberi rangsang. Motif adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.

4) Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berfikir, dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan prilaku tetapi merupakan kecenderungan untuk berprilaku dengan prilaku tetapi merupakan kecendrungan untuk berprilaku dengan cara-cara tertentu, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi sikap menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan dan diinginkan, sikap mengandung aspek evaluatif artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan, sikap juga diperhitungkan atau diubah.


Proses ini menunjukan bagaimana stimulus yang berasal dari luar diorganisasikan dan mempengaruhi respons. Stimulus atau rangsangan yang diberikan pada individu dapat diterima atau ditolak. Jika rangsangan ditolak, maka proses selanjutnya tidak akan berjalan. Hal ini menunjukan bahwa rangsangan tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi individu karena tidak adanya perhatian dari individu tersebut. Sebaliknya, jika rangsangan itu diterima oleh individu, berarti terdapat komunikasi dan perhatian dari organisme, dengan demikian proses selanjutnya dapat berjalan.

Begitu pula dengan Public Relations dalam hubungannya dengan publik, haruslah senantiasa mengorganisasi pesan agar stimulus yang ada pada pubilk akan diterima dengan baik dalam hal ini mencapai citra yang baik. Maka berikut ini terdapat bagan dari orientasi Public Relations , yakni image building (membangun citra).

Berdasarkan penjelasan diatas penulis memahami bahwa Terdapat empat komponen pembentukan citra, yaitu persepsi, kognisi, motivasi dan sikap. Persepsi diartikan sebagai hasil pengamatan unsur lingkungan dimana kemampuan mempersepsi inilah dapat melanjutkan proses pembentukan citra dengan memberikan informasi-informasi kepada individu untuk memunculkan suatu keyakinan. Sehingga dari keyakinan tersebut timbul suatu sikap pro dan kontra tentang produk, dari sikap itulah terbentuknya citra yang positif atau negatif.

SOSIALISASI PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL BAGI APARATUR DAERAH, KOTA KUPANG - PROVINSI NTT 11-12 OKTOBER 2011

Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah salah satu daerah di wilayah timur Indonesia yang memiliki potensi wisata yang luar biasa, tidak hanya indah dan unik, tetapi juga memiliki daya tarik tersendiri untuk wisatawan baik asing maupun domestik, sebut saja labuan bajoe, kelimutu dan yang telah dinobatkan oleh dunia sebagai salah satu kejaiban dunia, yaitu pulau komodo. Salah satu potensi yang dimiliki oleh rakyat NTT initentunya harus terus mendapatkan perhatian pemerintah, tentunya dengan menjaga dan mengeksplor potensi yang sudah dimiliki sekarang dan menciptakan berbagai peluang untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat NTT khususnya. Saat ini sudah cukup banyak perusahaan-perusahaan atau para pelaku usaha baik lokal maupun asing yang ikut andil dalam meramaikan perekonomian daerah dan menciptakan lapangan kerja sehingga memberikan dampak positif bagi kesejahteraan rakyat NTT. Namun demikian tercatat juga beberapa isu yang beredar terkait dengan izin-izin yang dimiliki para pelaku usaha tidak sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku sehingga dapat berdampak buruk bagi pemerintah daerah khususnya, atau justru yang terjadi adalah munculnya ketidakpastian hukum bagi para pelaku usaha atas izin yang dimiliki ternyata hanya 'ketebelece' semata.


Dengan demikian, dalam rangka menciptakan iklim investasi yang kondusif dan komprehensif, Pemerintah daerah yang diwakili oleh BKPMD Provinsi NTT, baru-baru ini telah menyelenggarakan pelatihan bagi aparatur daerah bidang perizinan penanaman modal yang bertajuk 'SOSIALISASI PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL BAGI APARATUR DAERAH'. Bekerjasama dengan BKPM Pusat melalui Unit Pusdiklat, Tim Widyaiswara sebagai tenaga pengajar yang profesional dan Unit Pusdatin sebagai narasumber, kegiatan yang berlangsung di salah satu hotel di Kota Kupang selama 2 hari dari tanggal 11-12 Oktober 2011 telah berlangsung dengan baik dan lancar. Kegiatan ini dikuti oleh hampir seluruh perwakilan unit dari kabupaten kota Provinsi NTT dan juga beberapa unit dari Provinsi di wilayah timur Indonesia, diantaranya Papua, Papua Barat dan Maluku. Harapan dari kegiatan ini tentunya adalah aparatur daerah khususnya dibidang perizinan penanaman modal memiliki pemahaman yang baik dan terarah terkait dengan perencanaan dan kebijakan penanaman modal dalam hal peningkatan pelayanan perizinan penanaman modal dan pengendalian pelaksanaannya, sehingga terciptanya iklim investasi yang kondusif, terarah dan komprehensif dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah dan kesejahteraan seluruh rakyat Provinsi NTT pada khususnya.